Friday 11 February 2011

DIARE


a.      Pengertian Diare
            Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi BAB lebih dari biasanya, (lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 1990).
            Definisi penyakit diare menurut  WHO adalah sebagai berikut  :  
“ Diarrhoea disease is a disease characterized by passage of abnormally loose or waterly stools” (WHO, 1985).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali / hari ) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadicair), dengan / tanpa darah dan / atau lendir (Suraatmaja, 2005)

b.      Jenis Diare
      Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1)      Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2)      Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan baerat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi
3)      komplikasi pada mukosa.
4)      Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus-menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
5)      Diare dengan masalah lain
    Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tatalaksana diare juga tergantung pada penyakit yang menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak, 1990).

c.       Etiologi
       Menurut Suriadi dan Rita Yuliani dalam Asuhan Keperawatan Pada Anak (2001) Etiologi diare dapat di bagi beberapa faktor, yaitu :
1)      Faktor Infeksi
a.   Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab         utama diare pada anak.
Infeksi lateral ini meliputi :
-          Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shingella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
-          Infeksi virus : Enteroovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain
            Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris,           Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, giardia lamblia,     Trichomonas Homonis), jamur (Candida Albicans).
b.      Infeksi Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya (keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2)      Faktor Malabsorbsi
a.       Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b.      Malabsorbsi lemak
c.       Malabsorbsi protein
3)      Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4)      Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan  diare terutama pada anak yang lebih besar
      Penyebab diare pada balita yang terpenting adalah :
1)      Karena peradangan usus, misalnya  : kholera, disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.
2)      Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur.
3)      Karena keracunan makanan.
4)      Karena tak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya : si anak tak tahan meminum susu yang mengandung lemak atau laktosa (FKUI, 1990).

                                                                                                            

d.      Patofisiologi
          Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
1)    Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2)    Gangguan keseimbangan asam – basa (metabolic asidosis)
Metabolic asidosis ini terjadi karena :
a.       Kehilangan Na – bikarbonat bersama tinja
b.      Adanya kitosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna seghingga benda keton tertimbun dalam tubuh
c.       Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d.      Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena ada tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri/anuri)
e.       Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3)    Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3 % dari anak – anak yang menderita diare. Pada anak – anak dengan gizi cukup atau baik, hipoglikemia jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak – anak yang sebelumnya menderita KKP.
Hal ini terjadi karena :
a.       Penyimpanan/ persediaan glikogen dalam hati terganggu
b.      Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi)
4)    Gangguan sirkulasi darah
Sebagai akibat diare dengan disertai muntah, dapat terjadi ganguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolamik.
5)      Gangguan gizi.
               Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. (Sudaryat Suraatmaja, 2005)



e.       Patogenesis
Makanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.      Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.
2.      Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula.
3.   Gangguan motilitas usus.
      Hiperperistaltic akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya diare pula  (Koplewich, 2005).

f.       Gejala Klinis
          Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin di sertai lendir dan atau darah. Warna tinja semakin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat di absorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
          Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
          Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM biasanya dirawat penderita dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12½ %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi, diresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolik, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (Pernafasan Kussmaul).
          Asidosis metabolik terjadi karena : 1) Kehilangan NaHCO3 melalui tinja,
2) Ketosis kelaparan, 3) Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh karena oliguria atau anuria), 4) Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel, 5) Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
          Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/I, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar natrium dalam plasma 130 – 150 mEq/I, sedangkan dehidarsi hipertonik (hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/I.
          Dari penderita-penderita yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM ditemukan 77,8% dengan dehidrasi isotonik, 12,7% dehidrasi hipertonik dan 9,5% dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampak tidak begitu haus, sedangkan pada penderita dehidarsi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk (FKUI, 1990).

g.      Komplikasi
          Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
1)      Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2)      Renjatan hipovolemik
3)      Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).
4)      Hipoglikemia
5)      Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6)      Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7)      Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan.
8)      Hiponatremi
9)      Syok hipovolemik
10)  Asidosis (suriadi, 2001).

h.      Pencegahan Diare
          Untuk pelaksanaan upaya pencegahan maka intervensi pencegahan diare yang perlu disebarluaskan adalah :
a)      Promosi ASI
b)      Menghindarkan penggunaan susu botol
c)      Perbaikan makanan penyapihan atau makanan pendamping ASI (MPASI) dari segi gizi maupun hygienenya.
d)     Penggunaan air bersih, peningkatan hygiene perorangan, penggunaan jamban, dan perbaikan lingkungan.
e)      Imunisasi campak.
f)       Berak di kakus, tidak di kali, pantai, sawah atau sembarang tempat.
g)      Cuci tangan sebelum makan, dan sesudah buang air besar.
h)      Minum air dan makanan yang sudah dimasak
i)        Susui anak anda selama mungkin, di samping makanan lainnya sesuai umur.
j)        Bayi yang minum susu botol lebih mudah diserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya.
k)      Tetaplah anak disusui walaupun anak menderita diare.

i.        Perawatan Diare
          Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan pasien menderita dehidrasi dan jika tidak segera diatasi menyebabkan terjadinya dehidrasi asidosis; bila masih berlanjut akan terjadi asidosis metabolik, gangguan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam keadaan renjatan (syok).
Bila dehidrasi masih ringan / sedang
a)      Berikan minum sebanyak-banyaknya, kira-kira 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
b)      Cairan harus mengandung elektrolit ; seperti oralit
c)       Jika anak terus muntah/atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain yang tersedia setempat jika tidak ada RL (atas persetujuan dokter).
d)     1 jam pertama : 50 – 100 ml/kgBB per oral/intragrastik (sonde)
e)      Selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari ad libitum
Dehidrasi Berat
a)      Pada dehidrasi berat selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat,   selanjutnya secara rumat.
b)      Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer, atau sudah berubah konstitensinya.
c)      Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
d)     Jika rehidrasi telah terjadi, infuse dihentikan, pasien diberi makan lunak secara realimentasi ( Ngastiyah 2005).

Kebutuhan Nutrisi
Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu menaikkan daya tahan tubuh, pasien diare harus segera diberi makanan setelah dehidrasi teratasi dan makanan harus mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin tetapi tidak lagi menimbulkan diare kembali (World Health Organization, 1980). Bayi yang masih minum ASI selama diare walaupun bayi tersebut dirawat dan dipasang infus setelah keadaan tidak terlalu lemah, ASI harus diberikan terus.
Pada umumnya anak diatas 1 tahun dan sudah makan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari-hari masih diare (boleh bubur pakai kecap dengan telur asin jika bukan karena telur anak diare) dan minum teh. Hari esoknya jika defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak. Jika anak tidak dapat meninggalkan susu boleh diberi tetapi diencerkan dahulu misalnya hari pertama 1/3, hari kedua (2/3) dan jika defekasi tetap baik boleh penuh pada hari berikutnya.

Resiko Terjadi Komplikasi
Komplikasi pada pasien diare yang paling sering ialah dehidrasi asidosis. Tetapi komplikasi dapat juga terjadi sebagai akibat tindakan pengobatan seperti:
1)   Infeksi pada bagian yang dipasang infus atau terjadi hematoma, flebitis.
2)   kelebihan cairan ; terutama pada bayi; yang kecil (neonatus, prematur)gejala kelebihan cairan; mula – mula terlihat sembab, mengkilap pada kelopak  mata bay, kemudian bengkak seluruh wajah. Jika berlanjut menyebabkan edema paru dan terjadi sesak napas bila edema sampai pada otak akan menyebabkan pasien kejang. Oleh karena itu, setiap pasien mendapatkan infus terutama bayi, tetesannya harus selalu dikontrol denagan benar. Kelebihan cairan juga dapat terjadi jika setelah dehidrasi seharusnya tetesan sudah dikurangi tetapi belum dilakukan, dalam sekian jam akan terjadi kelebihan cairan. Sebaiknya bila tetesan macet tidak segera dibetulkan atau tetesannya kurang dari semestinya rehidrasi tidak segera tercapai yang berarti memperpanjang penderitaan pasien:
3)   kejang – kejang pada pasien yang diare bila bukan karena kebanyakan cairan dapat karena hipoglikemia. Karena itu bila ada kejang pada pasien diperiksa gula darahnya dan tindakan selanjutnya setelah ada instruksi dokter.
4)   komplikasi lain bila diare menjadi kronis dapat menyebabkan pasien menderita malnutrisi energi protein. Oleh karena itu, pasien diare harus diobati sesuai dengan penyebabnya untuk mencegah berulanya diare.   
6)      Apabila terjadi komplikasi pada kulit akibat seringnya berak-berak dan adanya asam laktat dalam tinja dapat menyebabkan iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya. Maka untuk menjaga agar tidak lecet pada kulit, setiap habis buang air besar bersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan air hangat/minyak kelapa tetapi jangan diberi bedak lagi karena akan lengket

Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penyebab diare telah dikemukakan lebih dahulu baik karena infeksi enteral maupun parenteral serta faktor lain. Tetapi mengingat ada beberapa faktor resiko yang ikut berperan dalam timbulnya diare yang kebanyakan karena kurangnya pengetahuan orang tua maka penyuluhan perlu diberikan. Hal-hal tersebut adalah : hyegiene yang kurang, baik perorangan maupun lingkungan, pola pemberian makanan, sosial ekonomi dan sosial budaya.
            Mengingat bahwa penularan penyakit ini melalui “4F” (finger, feces, food, dan fly) maka penyuluhan yang penting adalah :
1)      Kebersihan perorangan pada anak. Mencuci tangan sebelum makan setiap habis bermain, memakai alas kaki jika bermain di tanah.
2)      Membiasakan anak membuang air di jamban dan jamban harus selalu bersih agar tidak ada lalat.
3)      Kebersihan lingkungan untuk menghindarkan adanya lalat.
4)      Makanan harus selalu tertutup (jika di atas meja)
5)      Kepada anak yang sudah dapat membeli makanan sendiri agar di ajarkan untuk tidak membeli makanan yang dijajakan terbuka.
6)      Air minum harus selalu dimasak. Bila sedang terjangkit penyakit diare selain selain harus yang bersih perlu dimasak mendidih lebih lama.

Gangguan rasa aman dan nyaman.
            Pasien yang menderita diare akan meraskan gangguan rasa aman dan nyaman. Karena sering buang air sehingga melelahkan; apabila pada pasien kolera yang defekasinya terus menerus disertai muntah. Untuk mengurangi kelelahan pasien tersebut sebaiknya dirawat diatas eltor bed, yaitu tempat tidur dari terpal yang dilubangi di tengahnya dan di bawahnya ditempatkan ember penampung kotoran. Di dalam ember tersebut diisi dengan desinfeksi. Selain kelelahan juga adanya rasa tak enak di perut serta kurang istirahat karena sering buang air besar  (Ngastiyah , 2005.) 


No comments:

Post a Comment