Thursday 4 April 2013

Skizofrenia



Definisi
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Andreasen (2008) bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia dan faktor genetik.
Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. (Hermann, 2008).

Type atau Jenis Skizofrenia
1. Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia Hebefrenik disebut juga disorganited type atau kacau balau yang ditandai gejala – gejala :
a.       Inkoherensi adalah jalan pikiran yang kacau tidak dapat dimengerti apa maksudnaya.
b.      Alam perasaan (mood, Affect) yang diatas tanpa ekspresi serta tidak serasi (In cong rous) atau ketolol – tololan (silly)
c.       Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (ginggling), senyum yang menunjukan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
d.      Waham (delusion) tidak jelas dan tidak sistematik, tidak terorganisir sebagai satu kesatuan.
e.       Halusinasi yang terpecah belah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai satu kesatuan.
f.        Prilaku aneh.
     2. Skizofrenia katatonik
            Seseorang yang menderita skizofrenia katatonik menunjukan gejala-gejala sebagai berikut :
a.       Stupor katatonik.
Yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas spontan sehingga nampak seperti “ patung “, atau diam membisu  (mute).
b.      Negativisme katatonik.
Yaitu suatu perlawanan yang nampaknya tanpa motif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya.
c.       Kekakuan (rigidity) katatonik.
Yaitu mempertahankan sikap kaku terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.
d.      Kegaduhan katatonik.
Yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang nampaknya tak bertujuan dan tidak di pengaruhi oleh rangsang luar.
e.       Sikap tubuh katatonik.
Yaitu sikap yang tidak wajar atau aneh.

3.      Skizofrenia Paranoid.
Seseorang yang menderita skizofrenia paranoid akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut :
a.       Waham (delusion) kejaran atau waham kebesaran.
b.      Halusinasi yang mengandung isi kejaran atau kebesaran.
c.       Gangguan alam perasaan dan prilaku.
4.      Skizofrenia Residual.
Tipe ini merupakan sisa-sisa atau residu dari gejala skizofrenia yang tidak begitu menonjol. Namun begitu meskipun gejala-gejala skizofrenia tidak aktif atau tidak menunjukan gejala-gejala positif skizofrenia, hendaknya pihak keluarga tetap mewaspadainya dan membawanya berobat agar yang bersangkutan dapat menjalankan fungsi kehidupannya sehari-hari dengan baik dan produktif.
5.      Skizofrenia tipe tak tergolongkan.
Tipe ini tidak dapat di masukkan dalam tipe-tipe yang telah di uraikan di muka, hanya gambaran klinisnya terhadap waham, halusinasi, inkohorensi, atau tingkah laku kacau (Hawari,2006).

Gejala Klinis Skizofrenia
Gejala Positif Skizofrenia
Gejala-gejala positif yang di perlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut:
  1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk
akal). Meskipun telah di buktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
  1. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.
  2. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat di ikuti alur pikirannya.
  3. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
  4. Merasa dirinya “orang besar“, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.
  5. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
  6. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala negatif Skizofrenia
Gejala-gejala negatif yang di perlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut:
  1. Alam perasaan (affec) “tumpul“ dan “mendatar“. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi.
  2. Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
  3. Kontak emosional amat “ miskin “, sukar di ajak bicara, pendiam.
  4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
  5. Sulit dalam berpikir abstrak.
  6. Pola pikir stereotif.
  7. Tidak ada / kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu) (Hawari, 2006).

Pengobatan
Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanju (kronis,menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Terapi yang komprehensif dan holistik atau terpadu dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada sebelumnya. Terapi yang di maksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius.

Psikofarmaka
 Klien gangguan jiwa mempunyai keunikan yang tidak didapatkan pada pasien dengan gangguan fisik. Salah satu keunikan adalah banyak klien gangguan jiwa yang tidak merasa bahwa dirinya sakit. Walaupun keluarga atau orang lain menganggap bahwa klien sakit. Seringkali justru klien sendiri menganggap bahwa ia sendiri tidak mempunyai masalah. Dengan kelainan gangguan yang dialami klien seringkali mengalami gangguan insight (tidak menyadari sakitnya). Ini sama sekali berbeda dengan pasien yang sakit secara fisik dan sehat secara mentalnya. Dengan keunikan tersebut maka seringkali pemberian obat pada pasien gangguan jiwa tidak mencapai sasaran karena klien menolak obat, mencurigai obat sebagai racun untuk dirinya, tidak mau menelan obatnya atau bahkan menyimpan obat untuk bunuh diri.
Ada empat peranan perawat yang akan diimplementasikan dalam pemberian obat kepada klien yaitu :
a.       Sebagai pelaksana, memberikann obat kepada klien
b.      Sebagai pengelola, menatalaksana pengobatan sehingga manajemen   pemberian obat  kepada klien efektif dan efisien.
c.       Sebagai pendidik, yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang obat dan program pengobatan.
d.      Sebagai peneliti, Yaitu peranan perawat untuk ikut serta dalam riset-riset pengobatan sehingga dapat menciptakan kemajuan dalam ilmu pengobatan bersama profesi kesehatan yang lain.                                             
               Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dan efisien maka perawat perlu menguasai ilmu dan teknologi pengobatan termasuk :
1)      Jenis dan golongan obat
2)      Efek terapi dan efek samping obat
3)      Dosis dan cara pemberian obat
4)      Indikasi dan kontra indikasi obat
5)      Tindakan antisipasi terhadap efek terapi maupun efek samping yang timbul
6)      Tindakan rujukan bila kasus pengobatan tidak dapat ditangani dengan tindakan keperawatan.
Untuk bisa menjalankan perananya secara baik, perawat ditatanan kesehatan jiwa juga membutuhkan penguasaan kiat-kiat tertentu yaitu cara-cara khusus yang unik dan individual dalam pemberian obat kepada klien.
Obat psikofarmaka yang akan diberikan di tujukan pada gangguan fungsi neurotransmiter sehingga gejala-gejala klinis dapat di hilangkan atau dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati. Obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :
a.       Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.
b.      Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
c.       Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif maupun gejala negatif Skizofrenia.
d.      Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
e.       Tidak menyebabkan kantuk.
f.        Memperbaiki pola tidur.
g.       Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.
h.       Tidak menyebabkan lemas otot.
i.         Dan kalau mungkin pemakaianya dosis tunggal (single dose).

Komunikasi Terapeutik




Definisi
Menurut Perry & Potter (2005) komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. Sedangkan menurut As Hornby dalam Intan (2005) komunikasi terapeutik adalah sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan, sehingga komunikasi teraupetik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi teraupetik merupakan komunikasi profesional bagi perawat.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah (Purwanto 1994 dalam Damaiyanti 2008):
1.      Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran  serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang di perlukan.
2.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.      Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik
Dalam membina hubungan komunikasi teraupetik perawat mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapannya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen dalam Damaiyanti, 2008)
1.      Tahap prainteraksi
Merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Rencana interaksi dengan klien adalah :
a.       Evaluasi diri
b.      Penetapan tahapan hubungan atau interaksi
c.       Rencana interaksi.
2.      Tahap orientasi atau perkenalan.
Merupakan tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien.
a.       Membangun iklim percaya, memahami penerimaan, dan komunikasi terbuka.
b.      Memformulasikan kontrak dengan klien.
Tugas perawat pada tahap ini adalah membuat kontrak dengan klien. Komponen kontrak :
1). Nama perawat atau klien
2). Peran yang diharapkan dari perawat dan klien
3). Tanggung jawab dari perawat dan klien
4). Tujuan
5). Kerahasiaan
6). Harapan
7). Topik dan waktu dilakukanya interaksi.
Membangun kontrak adalah proses timbal balik dimana klien berpartisipasi sebisa yang di lakukan. Kontrak mulai dengan pengenalan klien dan perawat, pertukaran nama dan penjelasan peran. Penjelasan peran meliputi tanggung jawab dan pengharapan dari perawat dan klien dengan gambaran apa yang perawat dapat atau tidak dapat perawat lakukan. Kegiatan ini diikuti oleh diskusi dari tujuan hubungan.
3.      Tahap kerja.
Merupakan tahap dimana klien memulai kegiatan.Tujuan tindakan keperawatan ini adalah meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannnya. Tujuan ini disebut tujuan kognitif,mengembangankan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tujuan ini disebut tujuan afeksti dan psikomotor, Melaksanakan terapi atau teknikal keperawatan, Melaksanakan pendidikan kesehatan, Melaksanakan kolaborasi, Melaksanakan observasi dan monitaring.
4.      Tahap terminasi.
Merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan interaksinya dengan klien. Tahap ini bisa merupakan terminasi sementara atau terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah terminasi yang dilakukan untuk berhenti berinteraksi dalam waktu yang sebentar, misalnya pergantian jaga atau antar sesi. Sedangkan terminasi akhir adalah terminasi yang biasanya pada saat klien akan pulang kembali kerumahnya.
Tugas perawat pada tahap ini adalah :
a.       Mengevaluasi kegiatan kerja yanng telah di lakukan, baik secara kognitif, psikomotor, maupun afektif.
b.      Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
c.       Melakukan kontrak
d.      Mengakhiri terminasi dengan cara yang baik
Terminasi adalah fase yang sulit tapi sangat penting dari hubungan terapeutik perawat-klien. Fase terminasi adalah saat untuk merubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi kemajuan klien dan tujuan yang telah dicapai (Nurjanah, 2001).

Sunday 27 February 2011

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

2.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis yaitu Mycobacterium Tuberkulosis (ST Corulus 2001).
Tuberculosis adalah suatu infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh mycobaktrium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airborne) (Asih & Effendi 2004).
Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh mycobaktrium tuberculosis. Kuman tersebut masuk kedalam tubuhmanusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke tubuh bagian yang lain sestim peredaran darah, peredaran limpe, melalui saluran pernapasan  atau menyebarlangsung ke organ-orga tubuh yang lain (Brunner & Suddarth, 2002)

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Saluran pernafasan dimulai dari rongga hidung, pharynx, larynx, trakea. Setinggi angulus sterni ludovisi, trakea akan bercabang dua disebut sebagai bifurkasio trakea menjadi bronkus utama kanan dan kiri.
Bronkus utama kanan bercabang tiga menjadi:
1.      Bronkus lobus atas.
2.      Bronkus lobus tengah.
3.      Bronkus lobus bawah.
Bronkus utama kiri bercabang dua menjadi:
1.      Divisi atas.
2.      Divisi bawah.
Divisi atas terdiri dari: bronkus lobus atas dan linguala.
Divisi bawah terdiri dari: bronkus lobus bawah.
Bronkus lobus atas akan bercabang tiga:
1.      Segmen apikal.
2.      Segmen posterior.
3.      Segmen anterior.
Bronkus lobus tengah kanan bercabang dua:
1.      Segmen lateral.
2.      Segmen medial.
Bronkus lobus bawah kanan bercabang lima:
1.      Segmen apikobasal.
2.      Segmen mediobasal.
3.      Segmen anterobasal.
4.      Segmen laterobasal.
5.      Segmen posterobasal.
Bronkus lobus atas kiri bercabang dua:
1.      Segmen superior.
2.      Segmen inferior.
Bronkus linguala bercabang dua:
1.      Segmen superior.
2.      Segmen infferior.
Bronkus lobus bawah kiri bercabang empat:
1.      Segmen apikobasal.
2.      Segmen anterobasal.
3.      Segmen laterobasal.
4.      Segmen posterobasal.
Segmen madiobasal tidak ditemukan karena ditempati oleh jantung. Bronkus segmental bercabang menjadi 6-13 buah bronkus subsegmen dan selanjutnya menjadi bronkiolus terminalis.
Jaringan paru atau parenkim paru terdiri dari:
1.      Bronkiolus terminalis.
2.      Bronkiolus respiratorius.
3.      Duktus alveolaris.
4.      Alveolus.










2.2.1.   Proses Respirasi
    Proses respirasi dapat dibagi dalam 4 bagian:
1.      Proses ventilasi.
Proses ini merupakan proses pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida (CO2) melalui saluran nafas. Dikenal sebagai proses inspirasi dan ekspirasi.
2.      Proses dispusi.
Proses pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida yang terjadi di alvioli dan kapiler darah.
3.      Proses transportasi.
Proses membawa oksigen melalui darah (Hb) menuju sel tubuh dan membawa kembali karbondioksida menuju kapiler paru.


4.      Proses regulasi.
Proses pengaturan pernafasan melalui pusat pernafasan dengan peran baro dan khemoresptor.
2.2.2    Pusat Pernafasan.
    Pusat pernafasan mempunyai 3 daerah utama:
1.      Area inspirasi.
Daerah ini terletak dibagian dorsal medula oblongata yang berfungsi sebagai pusat inspirasi.
2.      Area ekspirasi.
Daerah ini terletak dibagian ventral medula oblongata yang berfungsi sebagai pusat ekspirasi.
3.      Area pneumotaksis.
Daerah ini terletak di pons yang berfungsi membantu mengatur kecepatan pernafasan.








2.3 Etiologi
Tuberkulosis (Tb) paru disebabkan kuman-kuman tahan asam mycobakterium tuberculosis.jenis kuman batang.dengan ukuran panjang 1-4/ um dan tebal 0,3-0,6 um

2.4 Tanda dan Gejala
1.      Batuk terus menerus selama 3 hari (tiga) minggu atau lebih
2.      Dahak bercampur darah
3.      Batuk darah
4.      Sesak nafas dan rasa nyeri dada
5.      Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise (rasa kurang enak badan), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala – gejala diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain Tuberkulosis paru, oleh sebab itu seorang yang datang harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita Tuberkulosis paru , dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

 
Patoflow

















 
2.6 Cara Penularan Kuman Tuberkulosis
      Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan, atau disebut juga BTA (Basil Tahan Asam). Kuman TB dapat mati dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak), sehingga orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Kuman Tuberkulosis dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui system peredaran darah, system saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian – bagian tubuh lainnya.

2.7 Riwayat Terjadinya
1.      Infeksi Primer
Terjadi saat seorang terpapar pertama kali dengan kuman Tuberkulosis. Droplet terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukocilier broncus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman Tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman Tuberkulosis  ke kelenjar limfe disekitaran hilus paru dan sebagainya sebagai kompleks primer. Waktu terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks primer sekitar 4 – 6 minggu. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.      Tuberkulosis Pasca Primer
Terjadi setelah beberapa bula/tahun sesudah infeksi primer. Ciri khas adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Biasa disebabkan karena tubuh menurun akibat terinfeksi HIV / status gizi yang buruk

2.8 Komplikasi
Terjadi pada penderita stadium lanjut :
1.      Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah), dapat menyebabkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbat jalan nafas.
2.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3.      Bronkiektasis dan fibrosis pada paru
4.      Pneumotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru

2.9 Diagnosis
1.      Pada orang dewasa
Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya (bakteri tahan asam) BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya satu specimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rotgen / pemeriksaan dahak SPS diulang.
-          Kalau hasil rontgen paru-paru mendukung Tuberkulosis , maka penderita di diagnosis sebagai penderita Tuberkulosis  BTA positif
-          Kalau hasil rontgen tidak mendukung Tuberkulosis, maka pemeriksaan dahak SPS diulang
Bila ketiga specimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotic spectrum luas (kontrimoksasol atau amoksisilin) selama 1 – 2 minggu.
Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap dicurigai Tuberkulosis , diulang pemeriksaan dahak SPS.
-          Kalau hasil SPS positif di diagnosis sebagai penderita Tuberkulosis BTA positif.
-          Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rotgen dada, untuk mendukung diagnosis Tuberkulosis.

2.      Tuberkulosis Pada Anak
Tanda – tanda yang mencurigakan atau gejala – gejala seperti dibawah ini :
1.      Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosi kalau :
-          Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita Tuberkulosis  BTA positif
-          Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (3-7 hari)
2.      Gejala umum Tuberkulosis  pada anak
-          Berat badan turun selama 3 bulan berturut – turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik
-          Nafsu makan tidak ada dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
-          Demam malam / berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam
-          Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit
-          Gejala – gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari
-          Gejala – gejala dari saluran cerna
3.      Gejala spesifik
Pada bagian tubuh mana yang diserang :
-          Tuberkulosis (TB) kulit atau skrofuloderma
-          Tuberkulosis (TB) tulang dan sendi
-          Tuberkulosis (TB) otak dan saraf
-          Gejala mata
4.      Uji Tuberkulin (mantoux)
Uji tuberculin dilakukan dengan cara mantoux dengan semprit tuberculin 1 cc jarum No 26 tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan TU. Uji tuberculin positif, bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik) atau > 5 mm pada gizi buruk.
5.      Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3 -7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
6.      Foto rontgen dada
Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interprestasi foto biasanya sulit, harus hati – hati, kemungkinan bias overdiagnosis
Gejala lain foto rotgen yang mencurigai TB adalah
-          Milier
-          Atelektasis / kolaps konsolidasi
-          Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus / paratrakeal
-          Konsolidasi (lobus)
-          Reaksi pleura dan efusi pleura
-          Klasifikasi
-          Bronkiektasis
-          Destroyed lung
7.      Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak, cara baru untuk mendeteksi kuman TB dengan cara PCR (Polymery Chain  Reaction) atau Bactet masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis.
8.      Respon terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunaka OAT terdapat perbaikan klinis akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB.

2.10 Therapi
1.      Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan yang sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten  3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB
2.      Rifamfisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh li,am semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu
3.      Pyrazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4.      Stereptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
5.      Ethambutol
Bersifat sebagai bakteriostatik. dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB
      Penjelasan :
a.       Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniazid  (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z) dan Ethambutol (E). obat – obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2RHZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
-          Penderita baru TB paru BTA positif
-          Penderita TB paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit berat dan
-          Penderita TB ektra paru berat
b.      Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z) dan Ethambutol (E) dan suntikan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahan lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat l diberikan untuk :
-          Penderita kambuh (relaps)
-          Penderita gagal (failure)
-          Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
c.       Kategori – 3 (2HRE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
-          Penderita baru BTA negative dan rontgen positif, sakit ringan
-          Penderita ektra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TB kulit, TB tulang (tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
d.      OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA posistif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Pada klien yang mengalami TB paru umumnya mendapatkan pengobatan untuk individu yang mengalami TB paru aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten tehadap sebagian besar antibiotik, terapi dapat diberikan 4 obat kombinasi dan berlangsung ³ 9 bulan. Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin (+) setelah sebelum (-) biasanya mendapat antibiotik ± 6-9 bulan ntuk membantu respon imun dan meningkat kemungkinan eradikal basil total (Soeparman, 1993).

2.11 Pemeriksaan Diagnostik
      1. Pemeriksaan sputum      : Sputum BTA (+),kultur adanya mycobakterium pada
                                                   stadium aktif.
      2. Pemeriksaan                  : Kelainan yang dapat dijumpai adalah anemia,
                                                  peningkatan laju endap darah, leukositosis, dan
                                                  lipositosis, natrium dan kalium. 
      3. Pemeriksaan jaringan    :  Cairan lambung, biopsi kulit, urin
      4. Pemeriksaan spirometri : Kara (+) salas visal, paru menurun

2.12 Penatalaksanaan medis
1.      Motivasi dan pendidikan meliputi TB paru , merupakan penyakit menular dapat disembuhkan denan makan oabt secara teratur paling seikit 6 bulan.
2.      Istirahat kerja 1-3 bulan,dantidak merokok
3.      Diet tinggi protein rendah karbohidrat
4.      Obat anti tuberkulosis tergantung kolagen
      Prinsip pemberian obat anti tuborkukosis (OAT)
1.      Pengobatan minimal dengan 2 OAT
2.      panduan yang diberikan sbeaiknya jangka pendek, yaitu : panduan yang mengadung rifampisin diberikan selama 6-9 bulan
3.      pengpbatan dibagi 2 fase :
a.       Fase awal
Diberikanv setiap hari selama 2-3 bulan efek yang ingin dicapai adalah efek bakterisida
b.      Fase lanjut diberikan tiap/berkala selama 4-11 bulan
4.      Pemberian dosis sebaiknya berdasarkan berat badan
a.       INH dosis 10-20 mg/kg BB/Hari diberikan 2-3 kali/hari,
b.      Streptomisin : 30-50 mg/kg BB/hari dosis tunggal (1 m)
c.       Ethambutol : 10-20 mg/kg BB/Hari per os dibagi 2-3 dosis

2.2  ASUHAN KEPERAWATAN (TEORITIS)
1.      Pengkajian
a.      Gawat Darurat
Airway :
Terdapat sekret pada saluran napas
Klien batuk kemudian sputum kuning kental
MK : Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Breathing :
Sesak napas kemungkinan ada, bunyi nafas ronchi, terdapat penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, batuk ada, sputum kuning kental.
MK : Pola napas tidak efektif                  

Circulation :
Nadi meningkat, irama tidak teratur, tekanan darah < 120/80 mmHg, distensi vena jugularis (+), CRT < 3 detik tergantung klien sesak atau tidak, klien bisa mengalami sianosis.

Drugs and Disability :
Drug : penggunaan obat antibiotik.
Disability : kesadaran klien compos mentis
Exposure :
Edema tidak ditemukan pada klien, nyeri pada dada bisa dialami oleh klien akibat dari batuk yang terus menerus.

Fluid :
Perdarahan tidak ditemukan
MK : -

Get Vital Signs :
Tekanan darah menurun > 120/80 mmHg
Pols > 82x/mnt
RR > 24x/mnt
Temp. 36 – 370 C

Head to toe :
-          Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada masa, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, tidak ada luka dan kotor
-          Wajah
Mata : konjungtiva tidak ananemis, sklera ikterus, pupil isokor
Hidung : tidak ada perdarahan (epitaksis), simetris
Mulut : mukosa bibir kering
-          Leher
Tidak ada pembesaran pada vena jugularis dan tiroid
-          Dada
a.       Paru-paru
      I : Bentuk simetris kanan dan kiri
     P : Tidak ada benjolan pada thorax, tidak ada sumbatan jalan nafas 
     P : bunyi pada sonor
     A : Bunyi nafas vesikuler
b.      Jantung
                                     I : tidak ada masa
                                     P : tidak teraba pengisian kapiler
                                     P : redup pada lapang paru
                                     A : bunyi jantung S1 dan S2
-          Abdomen
 I : Bentuk simetris, datar
 A : Peristaltik usus 10x /m
 P : Tympani
 P : Tidak ada masa atau limpa
-          Genetalia
Tidak ada kelainan
-          Ekstremitas
Tidak ditemukan adanya edema, luka pada kaki maupun tangan.

2.      Diagnosa Keperawatan
  1. Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/tambahan infeksi/penekanan proses inflamasi.
  2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan sekret kental.
  3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektivitas paru.





3.      Rencana Tindakan Keperawatan
1.     Infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan tambahan infeksi/penekanan proses inflamasi.
Kriteria evaluasi :
-          Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penurunan infeksi.
-          Menunjukkan teknik atau melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi dan rasionalisasi keperawatan
a.       Kaji patologi penyakit (aktif/vaso tidak aktif diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah atau sistem limpatik) dan potensial penyebaran infeksi.
(Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi).
b.      Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota keluarga, sahabat karib/teman.
(Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran)
c.       Ajarkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah.
(Perilaku yang diperlukan untuk mencegah infeksi)
d.      Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
(Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang sigma sosial sehubungan dengan penyakit menular).
e.       Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
(Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah khemoterapi awal. Tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebaran infeksi dapar berlanjut sampai 3 bulan.
f.       Kolaborasi dalam pemberian agen antiinfeksi sesuai indikasi :
Obat utama : isoniazid (INH), etambutal (myambutol), rifampin (RMP/Rifadin)
(Kombinasi agen antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat primer atau satu primer tambah obat sekunder. INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada risiko terjadi TB).
2.  Bersihan jalan napas, tak efektif berhubungan dengan sekret kental.
Kriteria evaluasi :
-          Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas.
-          Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi dan rasionalisasi keperawatan :
a.           Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot pernapasan.
(Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas).

b.          Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
(Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal)
c.           Berikan posisi semi fowler. Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
(Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan).
d.          Bersihkan sekret dan mulut dan trakhea, pengisapan sesuai keperluan. (Mencegah obstruksi/aspirasi. Pengisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret).
e.           Kolaborasi : lembabkan udara/oksigen inspirasi.
(Mencegah pengeringan membran mukosa; membantu pengenceran sekret).